Sebuah Sinopsis Novel Korrie Layun Rampan
Profesi Sumarto sebagai wartawan, kuli tinta yang selalu berburu dengan waktu, membuatnya harus melintasi kawasan satu ke kawasan lainnya demi sebuah santapan berita. Inilah yang mengantarkannya sampai di kuburan pada larut malam. Kerumunan orang yang sedang menyaksikan sebuah wajah yang pasrah pada cahaya bulan menarik hati Sumarto untuk mengetahuinya lebih lagi. Ketika wajah tersebut mulai melawan pada cahaya bulan, bergerak perlahan, Sumarto merasa ia begitu dekat dengannya. Memorinya pun berkerja tajam untuk membalikkan masa-masa yang lewat. Tepat sekali, wajah tersebut memang pernah dekat dengan Suamrto, sepuluh tahun yang lalu, dimana keduanya pernah terikat oleh indahnya cinta di bangku kuliah.
Sumarsih, begitulah nama wajah tersebut, wajah yang dulunya pernah mengisi hari-hari Sumarto. Sepuluh tahun terpisah membuat keduanya seperti tersengat listrik ketika kedua mata mereka bertatapan langsung.
Kini Sumartodan Sumarsih duduk saling berhadapan. Semuanya masih sama seperti dahulu, tidak ada yang berubah pada diri mereka meskipun sepuluh tahun telah berlalu. Kesempatan ini mereka gunakan untuk menyampaikan unek-unek yang terpendam sekian lama termasuk hal apa yang mengantarkan mereka pada perpisahan yang sepihak.
Ironis sekali bagi Sumarto mendengar Sumarsih meninggalkan bangku kuliahnya hanya untuk bersanding dengan lelaki lain, Tantono karena paksaan nasib. Maksud hati Sumarsih menikah dengan Tantono, seorang kaya di utara semata-mata hanya untuk memperbaiki kehidupan orangtuanya. Namun, sungguh sangat disayangkan semua yang terjadi bertolak belakang dengan harapan Sumarsih. Hidupnya pun semakin menderita dari sebelumnya.
Nasib buruk belum juga berpindah dari Sumarsih. Tantono menceraikannya karena ia hamil. Ia menuduh Sumarsih bermain belakang dengan lelaki lain, Sumarto. Bukan itu saja, Tantono juga menyebabkan Sumarsih keguguran dan kehilangan anaknya. Setelah itu hari-hari Sumarsih selalu terisi kehampaan.
Waktu berlalu, hidup dengan predikat janda membuat Sumarsih mulai cemas akan masa depannya sehingga pada suatu waktu ia bertemu dengan Karsono dan memutuskan untuk menikah dengannya. Lagi-lagi nasib mendera Sumarsih. Kenyataan yang terjadi selalu berbalik dengan harapannya, malah kali ini lebih parah dari sebelumnya. Ternyata Karsono lebih bejat dari Tantono. Ia juga menceraikan Sumarsih ketika Suamrsih hamil dengan tuduhan Sumarsih selingkuh dengan pria lain. Akibat perbuatan Karsono pula, lagi-lagi Sumarsih harus kehilangan anaknya dan bukan hanya itu saja, Sumarsih juga kehilangan perhiasan dan harta bendanya. Semuanya habis dijudikan oleh Karsono.
Lelah dengan nasib yang begitu terus membuat Sumarsih mulai menutup dirinya terhadap lelaki namun ia tak kuasa menahan gejolak cintanya yang tumbuh kembali. Sumarsih jatuh cinta pada Suwarto, salah satu kolega bisnis perkebunan bawang putihnya. Saat itu keadaan perekonomian Sumarsih cukup baik daripada sebelumnya. Ia pun menerima lamaran Suwarto dan menggabungkan kedua bisnis mereka.
Awal bahagia pernikahan terasa juga oleh Sumarsih ditambah bisnisnya pun semakin berkembang. Lalu keduanya memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Nah, di Jakarta inilah Sumarsih kembali berhadapan dengan nasib buruk. Untuk ketiga kalinya ia diceraikan karena ia hamil dengan alasan yang sama, yaitu tuduhan selingkuh. Sumarsih pun kehilangan anaknya, Marisi. Rasanya takdir tak adil padanya, namun lagi-lagi Sumarsih masih bisa menjalani kehidupan ini meskipun dengan luka-luka yang begitu dalam terukir di hatinya. Belum cukup sampai di situ, bisnis Sumarsih pun bangkrut karena Suwarto menimbun hutang dimana-mana dan yang lebih menyakitkan lagi, nasib membawa Sumarsih terlibat dalam kasusnya Suwarto yang ternyata adalah seorang buronan yang paling dicari.
Karena nasib buruk tersebut, Sumarsih berniat pergi ke luar negeri untuk menjadi seoarang TKW. Ia berharap dengan begitu ia mampu memperbaiki kehidupannya. Lagi-lagi harapan Sumarsih hanyalah angan-angan hampa belaka, sebab apa yang terjadi sangat berbalik dengan harapannya. Sumarsih tertipu calo TKW, Pitak Sastra yang telah menghabiskan seluruh harta bendanya. Keberadaan Sumarsih di kuburan anaknya, Marisi adalah strategi calo TKW tersebut untuk menelantarkan dan merampas harta bendanya Sumarsih.
Hari-hari berlalu, cerita hidup Sumarsih pun kini usai untuk didengarkan oleh Sumarto. Pagi ini Sumarto berniat untuk melamar Sumarsih, mewujudkan mimpi-mimpinya dulu ketika masih bersanding sebagai pasangan kekasih dengan Sumarsih. Namun, Sumarsih menolak lamaran Sumarto karena merasa dirinya telah begitu hina untuk seorang Sumarto. Sumarto tidak mempedulikan alasan itu karena baginya itu benar-benar tidak masuk akal. Sembari menunggu jawaban lamaran dari Sumarsih, keduanya dikejutkan oleh kedatangan tamu yang tak diundang dan tentu saja itu mengganggu ketentraman hati keduanya.
Tamu tersebut adalah petugas yang akan menjemput Sumarsih untuk pemeriksaan atas beberapa kemungkinan keterlibatan Sumarsih dengan kasus empat pria yang sebelumnya dekat dengan Sumarsih. Mendengar informasi tersebut, Sumarto diam hampir tak bernapas dan serasa berputar pada ruangan hampa menanyakan mengapa wanita di jantung Jakarta ini selalu didera keburukan nasib?